Bab: ALAM YANG TERPANTUL DALAM SASTRA KAKAWIN
Deskripsi tentang alam terdapat pula dalam sastra
kakawin. Tetapi para pengarang masih memperlihatkan ketergantungan mereka pada
sastra India. Pemakaian satuan-satuan waktu dan musim di Jawa dan India ada
perbedaan. Di India dikenal satuan waktu kalā (48 detik); ghatī,
ghatikā, nādī,
nādikā (24 menit=30 kalā);
muhūrta, ksana(48
menit); divasa(24 jam). Sementara di Jawa perbedaan hari yang paling
panjang dan paling pendek tidak melebihi waktu satu jam; fajar dan senja selalu
sekitar pukul 6. Di India berlaku sistem perhitungan bulan berdasrkan peredaran
bulan maupun peredaran matahari. Tahun matahari terdiri dari 12 bulan yang
panjangnya tidak sama. Tahun rembulan terdiri dari 12 bulan yang masing-masing
meliputi 30 hari. Perhitungan mengenai waktu-waktu dalam setahun yang jauh
lebih umum diikuti ialah penanggalan kaum tani yang berdasarkan peredaran
matahari dan bulan-bulannya tidak sama panjang. Pada bulan Srāwana musim kering mencapai puncaknya. Pada bulan Māgha
hujan turun siang dan malam. Bagi seorang penyair tak ada satu bulanpun yang
dapat bersaing dengan Kārttika atau kapat (Oktober-November).
Itulah bulan penuh keindahan, bulan yang paling disukai oleh semua orang yang
mencari keindahan.
Seperti
musim-musim, dunia tumbuhan dan hewan dalam sastra kakawin kebanyakan bersifat
Jawa. Pohon-pohon dan bunga-bunga yang diperhatikan dengan istimewa dalam
sastra kakawin diantaranya asoka,
asana, andul, pudak, wungū
dan
campaka. Jenis bambu
juga disebut seperti pring, pĕtung dan wuluh. Tidak ketinggalan pula cemara,
macam-macam pohon kelapa, katirah, gadung, pakis dan bunga mĕnur.
Hewan-hewan yang asli Jawa ialah harimau, badak, berbagai jenis kera dan
beruang. Berbagai burung pun disebut seperti cātaka, cucur, kalangkyang,
hĕlang, tadah-asih, walik, dadali dan kuntul.
Daerah pedesaan turut pula tergambar dalam sastra
kakawin. Beberapa dusun di daerah pegunungan mengesankan karena kemiskinannya,
lumbung-lumbung kecil dan lembu-lembu yang demikian kurus sehingga menyerupai
domba. Tetapi dusun-dusun lain terlihat makmur, terutama yang dekat dengan
sebuah pertapaan. Pertapaan-pertapaan tersebut memperpadukan kehidupan di
pedesaan dengan kehidupan di kraton. Dalam semua ungkapan puitis, dijumpai
sebuah unsur pokok dalam alam pikiran Jawa Kuno: kemanunggalan alam semesta dan
semua makhluk di dalamnya yang saling terkait(pada dasarnya bersatu).