Jumat, 12 Juli 2013

Nukilan (lainnya) Kalangwan Bag.1 (ringkas)



Bab: ALAM YANG TERPANTUL DALAM SASTRA KAKAWIN

Deskripsi tentang alam terdapat pula dalam sastra kakawin. Tetapi para pengarang masih memperlihatkan ketergantungan mereka pada sastra India. Pemakaian satuan-satuan waktu dan musim di Jawa dan India ada perbedaan. Di India dikenal satuan waktu kalā (48 detik); ghatī, ghatikā, nādī, nādikā (24 menit=30 kalā); muhūrta, ksana(48 menit); divasa(24 jam). Sementara di Jawa perbedaan hari yang paling panjang dan paling pendek tidak melebihi waktu satu jam; fajar dan senja selalu sekitar pukul 6. Di India berlaku sistem perhitungan bulan berdasrkan peredaran bulan maupun peredaran matahari. Tahun matahari terdiri dari 12 bulan yang panjangnya tidak sama. Tahun rembulan terdiri dari 12 bulan yang masing-masing meliputi 30 hari. Perhitungan mengenai waktu-waktu dalam setahun yang jauh lebih umum diikuti ialah penanggalan kaum tani yang berdasarkan peredaran matahari dan bulan-bulannya tidak sama panjang. Pada bulan Srāwana musim kering mencapai puncaknya. Pada bulan Māgha hujan turun siang dan malam. Bagi seorang penyair tak ada satu bulanpun yang dapat bersaing dengan Kārttika atau kapat (Oktober-November). Itulah bulan penuh keindahan, bulan yang paling disukai oleh semua orang yang mencari keindahan.
Seperti musim-musim, dunia tumbuhan dan hewan dalam sastra kakawin kebanyakan bersifat Jawa. Pohon-pohon dan bunga-bunga yang diperhatikan dengan istimewa dalam sastra kakawin diantaranya asoka, asana, andul, pudak, wungū dan campaka. Jenis bambu juga disebut seperti pring, pĕtung dan wuluh. Tidak ketinggalan pula cemara, macam-macam pohon kelapa, katirah, gadung, pakis dan bunga mĕnur. Hewan-hewan yang asli Jawa ialah harimau, badak, berbagai jenis kera dan beruang. Berbagai burung pun disebut seperti cātaka, cucur, kalangkyang, hĕlang, tadah-asih, walik, dadali dan kuntul.
Daerah pedesaan turut pula tergambar dalam sastra kakawin. Beberapa dusun di daerah pegunungan mengesankan karena kemiskinannya, lumbung-lumbung kecil dan lembu-lembu yang demikian kurus sehingga menyerupai domba. Tetapi dusun-dusun lain terlihat makmur, terutama yang dekat dengan sebuah pertapaan. Pertapaan-pertapaan tersebut memperpadukan kehidupan di pedesaan dengan kehidupan di kraton. Dalam semua ungkapan puitis, dijumpai sebuah unsur pokok dalam alam pikiran Jawa Kuno: kemanunggalan alam semesta dan semua makhluk di dalamnya yang saling terkait(pada dasarnya bersatu).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar