Tradisi Semarangan
1. Dugder
Kata Dug der, nama upacara ini, diambil dari perpaduan bunyi
bedug yang dipukul sehingga berbunyi dug, dug dan bunyi meriam yang mengikuti
kemudian diasumsikan dengan der. Telah dilakukan sejak 1881, tradisi yang dikenal
dengan dugder ini menjadi tanda bahwa bulan Ramadhan sudah menjelang karena
dilaksanakan tepat satu hari sebelum bulan puasa. Beberapa hari sebelum acara
ini berlangsung, biasanya, banyak pedagang yang telah menggelar dagangannya
untuk menyambut pembeli pada saat acara ini dimulai. Ciri khas acara ini adalah
Warak Ngendog yang dilestarikan hingga kini. Warak Ngendog adalah jenis
binatang rekaan yang bertubuh kambing dan berkepala naga dengan kulit seperti
bersisik dibuat dari kertas warna-warni. Pada masa sekarang, sebelum acara
dibuka, dilakukan arak-arakan yang menampilkan Warak Ngendog dan pengantin
Semarangan.
2. Pengantin Semarangan
Di masa lalu pengantin Semarangan ini disebut dengan Manten
Kaji karena pria mengenakan sorban yang biasa dikenakan oleh haji. Tidak
seperti pengantin Solo maupun Yogya, pada pengantin Semarangan ini keduanya
mengenakan celana panjang komprang dengan payet di bagian bawahnya, sedang baju
atasnya berupa baju berlengan panjang yang tertutup sampai ke leher. Dalam
prosesinya, tidak ada acara injak telur atau lempar sirih tetapi iring-iringan
rebana yang menyertai kedatangan pengantin pria. Setelah acara temu kedua
mempelai didudukkan di pelaminan dan setelah 10 menit mempelai pria boleh
meninggalkan pelaminan sementara mempelai wanita terus duduk sampai acara
berakhir.
3. Ruwatan
Pada masa modern ini ternyata tradisi Ruwatan maasih
diyakini masyarakat untuk membuang kesialan yang biasa menghambat langkah dalam
hidup orang-orang yang tergolong dalam sukerta. Orang-orang sukerta ini,
menurut cerita, adalah orang-orang yang akan dimangsa oleh Betara Kala. Untuk
keluar dari Sukerta, seseorang harus diruwat. Dalam upacara ini para Sukerta
disirami oleh sang dalang dan dilakukan pengguntingan rambut, yang kemudian
dilarung ke laut. Dalang, yang kemudian menggantikan kisah wayang kulit
mengenai kisah asal mula dijadikannya bocah Sukerta sebagai mangsa Betara Kala
ini, bukan sembarang dalam dan harus menjalani tirakat sebelum memimpin upacara
ini. Upacara yang dilakukan tiap satu Syura ini sekarang berlangsung massal dan
diselenggarakan olehYayasan Permadani.
4.Ba’do Gablog
Upacara yang diselenggarakan di daerah Sodong, Mijen ini
merupakan upacara tradisional di bulan Syawal pada hari jatuhnya ba’da kupat
yaitu tanggal 6 Syawal. Upacara ini dilakukan untuk memohon berkah dan
keselamatan Yang Maha Kuasa dengan membawa berbagai sesaji khususnya gablog
yaitu ketupatj nasi yang besar.Sesaji yang dibawa oleh masing-masing penduduk
di kumpulkan jadi satu dan kemudian diadakan doa bersama. Setelah doa bersama
tersebut sesaji disantap bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar